Hamil Di Luar Nikah Dan Masalah Nasab Anak Zina
• Saudara perempuan saya mempunyai hubungan dengan seseorang yang tidak baik akhlaknya. Keluarga telah memperingatkan agar tidak menjalin hubungan tersebut. Dia selalu mengatakan sudah tidak lagi berhubungan. Ternyata sekarang ia sudah hamil dan kemudian menikah. Bagaimana hukumnya? Apakah setelah anaknya lahir, ia harus menikah lagi secara agama? Bagaimana dengan status anaknya tersebut?
__________________________________________________
Problem seperti kasus di atas banyak terjadi di tengah masyarakat. Yang tidak lain karena faktor keteledoran manusia, melakukan pelanggaran rambu-rambu agama. Tak syak, persoalan ini kemudian melebar dengan lahirnya anak-anak akibat perzinahan yang dilarang agama, nasab, waris, dan sebagainya.
Perbuatan zina itu sendiri, sebagaimana dijelaskan oleh Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam buku Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk Yang Dinanti, beliau menjelaskan, zina adalah dosa yang sangat besar dan sangat keji, serta seburuk-buruk jalan yang ditempuh oleh seseorang; berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah faahisah (perbuatan yang keji) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh oleh seseorang). [al Israa`/17 : 32].
Yang menjadi persoalan, jika zina telah terjadi, kemudian lahirlah anak akibat perbuatan tersebut, bagaimanakah status kehamilan, pernikahan pezina dan bagaimana pula nasab anak yang dikandungnya?
Untuk mengetahui permasalahan ini, berikut kami nukil buah pena Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, yang termaktub dalam buku beliau, Menanti Buah Hati dan Hadiah Untuk Yang Dinanti, Fashal 14, halaman 102-129, Cetakan IV Th. 1425H/2005M, Darul Qolam, Jakarta. Semoga bermanfaat. (Redaksi).
Hamil di luar nikah dan masalah nasab anak. Dalam fasal ini ada beberapa kejadian yang masing-masing berbeda hukumnya, maka kami (Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, Red) berkata:
1. Kejadian Yang Pertama : Apabila seorang perempuan [1] berzina kemudian hamil, maka anak yang dilahirkannya adalah anak zina dengan kesepakatan para ulama.
Anak tersebut dinasabkan kepada ibunya [2] dan tidak dinasabkan kepada laki-laki yang menzinai ibunya (bapak zinanya). Tegasnya, hubungan nasab antara anak dengan bapaknya terputus.
Demikian juga dengan hukum waris terputus dengan bapaknya, dia hanya mewarisi ibunya dan ibunya mewarisinya. Demikian juga hak kewalian –kalau seorang anak perempuan- terputus dengan bapaknya.
Yang menjadi wali nikahnya adalah sultan (penguasa) atau wakilnya seperti qadhi (penghulu) [3].
Dan tidak wajib bagi bapaknya memberi nafkah kepada anak yang lahir dari hasil zina [4].
Akan tetapi, hubungan sebagai mahram tetap ada tidak terputus meskipun hubungan nasab, waris, kewalian, nafkah terputus. Karena, biar bagaimanapun juga anak itu adalah anaknya, yang tercipta dari air maninya walaupun dari hasil zina. Oleh karena itu haram baginya menikahi anak perempuannya dari hasil zina sama haramnya dengan anak perempuannya yang lahir dari pernikahan yang shahih. Lebih luasnya lagi bacalah kitab-kitab di bawah ini:
1. Al Mughni, Ibnu Qudamah (juz 9 hal 529-530 tahqiq Doktor Abdullah bin Abdul Muhsin At Turkiy).
2. Majmu Fatawa, Ibnu Taymiyyah (jilid 32 hal. 134-142).
3. Majmu Syarah Muhadzdzab (juz 15 hal. 109-113).
4. Al Ankihatul Faasidah (hal. 75-79 Abdurrahman bin abdirrahman Sumailah Al Ahsal).
2. Kejadian Yang Kedua : Apabila terjadi sumpah li’aan antara suami istri.
Sebagaimana telah saya jelaskan dengan ringkas di fasal ketiga belas (yakni bab tentang bagaimana anak itu menjadi laki-laki atau perempuan dan serupa dengan orang tuanya di dalam rahim, Red), maka anak dinasabkan kepada ibunya. Demikian juga tentang hukum waris dan nafkah serta hak kewalian.[5]
3. Kejadian Yang Ketiga : Apabila seorang istri berzina.
Apabila seorang istri berzina –baik diketahui suaminya [6] atau tidak- kemudian dia hamil, maka anak yang dilahirkannya itu dinasabkan kepada suaminya, bukan kepada laki-laki yang menzinai dan menghamilinya dengan kesepakatan para ulama berdasarkan sabda Nabi yang mulia Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
Anak itu haknya (laki-laki) yang memiliki tempat tidur dan bagi yang berzina tidak mempunyai hak apapun (atas anak tersebut). [Hadits shahih riwayat Bukhari (no. 6749) dan Muslim (4/171) dari jalan Aisyah dalam hadits yang panjang. Dan Bukhari (no. 6750 dan 6818) dan Muslim (4/171) juga mengeluarkan dari jalan Abu Hurairah dengan ringkas seperti lafazh diatas]
Maksud sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas ialah bahwa anak itu milik suami yang sah meskipun lahir dari hasil zina istrinya dengan orang (laki-laki) lain. Tetap anak itu menjadi miliknya dan dinasabkan kepadanya. Sedangkan bagi laki-laki yang menzinai istrinya tidak mempunyai hak apapun terhadap anak tersebut.
Kejadian di atas di luar hukum li’aan dan perbedaannya ialah : kalau hukum li’aan suami menuduh istrinya berzina atau menafikan anak yang dikandung istrinya di muka hakim sehingga dilaksanakan sumpah li’aan. Dalam kasus li’aan ini, anak dinasabkan kepada istri baik tuduhan suami itu benar atau bohong. Sedangkan pada kasus di atas, tidak terjadi sumpah li’aan, meskipun suami mengetahui bahwa istrinya telah berzina dengan laki-laki lain. Ini disebabkan suami tidak melaporkan tuduhannya ke muka hakim sehingga tidak dapat dilaksanakan sumpah li’aan.[8]
4. Kejadian Yang Keempat : Apabila seorang perempuan berzina kemudian hamil, bolehkah ia dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya dan kepada siapa dinasabkan anaknya?
Jawabnya : Boleh dia dinikahi oleh laki-laki yang menzinainya dan menghamilinya dengan kesepakatan (ijma’) para ahli fatwa, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu ‘Abdil Bar yang dinukil oleh al Hafizh Ibnu Hajar di kitabnya Fat-hul Baari (juz 9 hal. 157 di bagian kitab nikah bab: 24, hadits: 5105) [9]. Untuk lebih jelasnya lagi, marilah kita ikuti fatwa para ulama satu persatu dari para Shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan seterusnya:
Pertama : Fatwa Abu Bakar Ash Shidiq.
Ibnu Umar berkata :
Ketika Abu Bakar Ash Shiddiq sedang berada di masjid tiba-tiba datang seorang laki-laki, lalu Abu Bakar berkata kepada Umar, “Berdirilah dan perhatikanlah urusannya karena sesungguhnya dia mempunyai urusan (penting).”
Lalu Umar berdiri menghampirinya, kemudian laki-laki itu menerangkan urusannya kepada Umar, “Sesungguhnya aku kedatangan seorang tamu, lalu dia berzina dengan anak perempuanku!?” Lalu Umar memukul dada orang tersebut dan berkata, “Semoga Allah memburukkanmu! Tidakkah engkau tutup saja (rahasia zina) atas anak perempuan itu!”
Kemudian Abu Bakar memerintahkan agar dilaksanakan agar dilaksanakan hukum had (didera sebanyak seratus kali) terhadap keduanya (laki-laki dan perempuan yang berzina). Kemudian beliau menikahkan keduanya lalu beliau memerintahkan agar keduanya diasingkan selama satu tahun.
[Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hazm di kitabnya Al Muhalla juz 9 hal. 476 dan Imam Baihaqiy di kitabnya Sunanul Kubra (juz 8 hal. 223) dari jalan Ibnu Umar].[10]
Kedua: Fatwa Umar bin Khattab
Fatwa Abu Bakar di atas sekaligus menjadi fatwa Umar bahkan fatwa para Shahabat. Ini disebabkan bahwa fatwa dan keputusan Abu Bakar terjadi di hadapan para Shahabat [11] atau diketahui oleh mereka khususnya ‘Umar. Dan semua para Shahabat diam menyetujuinya dan tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengingkari fatwa tersebut. Semua ini menunjukkan telah terjadi ijma’ di antara para Shahabat bahwa perempuan yang berzina kemudian hamil boleh bahkan harus dinikahkan dengan laki-laki yang menzinainya dan menghamilinya. Oleh karena itu kita melihat para Shahabat berfatwa seperti di atas di antaranya Umar bin Khattab ketika beliau menjadi khalifah sebagaimana riwayat di bawah ini:
Abu Yazid al Makkiy berkata, “Bahwasanya ada seorang laki-laki nikah dengan seorang perempuan. Dan perempuan itu mempunyai seorang anak gadis yang bukan (anak kandung) dari laki-laki (yang baru nikah dengannya) dan laki-laki itu pun mempunyai seorang anak laki-laki yang bukan (anak kandung) dari perempuan tersebut, (yakni masing-masing membawa seorang anak, yang laki-laki membawa anak laki-laki dan yang perempuan membawa anak gadis).
Lalu pemuda dan anak gadis tersebut melakukan zina sehingga nampaklah pada diri gadis itu kehamilan. Maka tatkala Umar datang ke Makkah, diajukanlah kejadian itu kapada beliau. Lalu Umar bertanya kepada keduanya dan keduanya mengakui (telah berbuat zina). Kemudian Umar memerintahkan untuk mendera keduanya (dilaksanakan hukum had) [12]. Umar sangat ingin mengumpulkan di antara keduanya (dalam satu perkawinan) akan tetapi anak muda itu tidak mau.”
[Dikeluarkan oleh Imam Baihaqiy (7/155) dengan sanad yang shahih].
Ketiga : Fatwa Abdullah bin Mas’ud:
Dari Hammaam bin Harits bin Qais bin Amr An Nakha’i Al Kufiy :
عَنْ هَمَّامِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ فِي الرَّجُلِ يَفْجُرُ باِلْمَرْأَةِ ثُمَّ يُرِيْدُ أَنْ يَتَزَوَّجَهَا قَالَ : لاَ بَأْسَ بِذَلِكَ
Artinya : Dari Hammaam bin Harits din Qais bin Amr An Nakha’i Al Kufiy dari Abdullah bin Mas’ud tentang,”Seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan kemudian laki-laki itu hendak menikahi perempuan tersebut?’
Jawab Ibnu Mas’ud, “Tidak mengapa yang demikian itu.”
[Dikeluarkan oleh Imam Baihaqiy (7/156) secara mu’allaq dengan sanad yang shahih atas syarat Muslim]
Dari ‘Alqamah bin Qais (ia berkata) : Sesungguhnya telah datang seorang laki-laki kepada Ibnu Mas’ud. Lalu laki-laki itu bertanya,”Seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan kemudian keduanya bertaubat dan berbuat kebaikan, apakah boleh laki-laki itu menikah dengan perempuan tersebut?” Kemudian Ibnu Mas’ud membaca ayat ini:
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ تَابُوا مِن بَعْدِ ذَٰلِكَ وَأَصْلَحُوا إِنَّ رَبَّكَ مِن بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
Kemudian sesungguhnya Rabb-mu kepada orang-orang yang mengerjakan kejahatan dengan kebodohan [13], kemudian sesudah itu mereka bertaubat dan mereka berbuat kebaikan, sesungguhnya Rabb-mu sesudah itu Maha Pengampun (dan) Maha Penyayang. [An Nahl:119]
Berkata Alqamah bin Qais,”Kemudian Ibnu Mas’ud mengulang-ulang ayat tersebut berkali-kali sampai orang yang bertanya itu yakin bahwa Ibnu Mas’ud telah memberikan keringanan dalam masalah ini (yakni beliau membolehkannya).” Dikeluarkan oleh Imam Baihaqiy (7/156). Kemudian Imam Baihaqiy (7/156) juga meriwayatkan dari jalan lain yang semakna dengan riwayat di atas, akan tetapi di riwayat ini Ibnu Mas’ud membaca ayat : [14]
وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
Dan Dia lah (Allah) yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan dari kesalahan-kesalahan (mereka) dan Dia mengetahui apa-apa yang kamu kerjakan. [Asy Syuura : 25]. [15]
Dalam sebagian riwayat ini terdapat tambahan: Setelah Ibnu Mas’ud membaca ayat di atas beliau berkata,”Hendaklah dia menikahinya!”
Keempat : Fatwa Ibnu Umar:
Ibnu Umar pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan, apakah boleh dia menikahinya? Jawab Ibnu Umar, “Jika keduanya bertaubat dan keduanya berbuat kebaikan (yakni beramal shalih)”. [Dikeluarkan oleh Imam Ibnu Hazm di Al Muhalla juz 9 hal. 475].
Kelima : Fatwa Jabir bin ‘Abdullah :
Berkata Jabir bin ‘Abdullah, “Apabila keduanya bertaubat dan berbuat kebaikan, maka tidak mengapa (tidak salah dilangsungkan pernikahan di antara keduanya) –yakni tentang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan kemudian dia ingin menikahinya-.” [Dikeluarkan oleh Imam Abdurrazzaq (7/202) yang semakna dengan riwayat di atas].
Keenam : Fatwa Ibnu Abbas:
Berkata Ubaidullah bin Abi Yazid, “Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan bolehkah dia menikahinya?” Jawab beliau, “Ya, karena (nikah itu) perbuatan halal.” (Dikeluarkan oleh Baihaqiy (7/155) dengan sanad yang shahih.) [16]
Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas : Tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan kemudian sesudah itu dia menikahinya? Beliau berkata, “Yang pertama itu zina sedangkan yang terakhir nikah dan yang pertama itu haram sedangkan yang terakhir halal.” (Dikeluarkan Baihaqiy (7/155). Dan dalam riwayat yang lain juga dari jalan Ikrimah ada tambahan,”Tidak salah (yakni menikahinya).
Berkata Said bin Jubair : Ibnu Abbas pernah ditanya tentang seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masing-masing dari keduanya telah menyentuh yang lain dengan cara yang haram (yakni keduanya telah berzina), kemudian nyatalah (kehamilan) bagi perempuan tersebut lalu laki-laki itu menikahinya? Jawab Ibnu Abbas,”Yang pertama itu zina sedangkan yang kedua nikah.” (Dikeluarkan oleh Imam Baihaqiy (3/267 dengan sanad yang hasan).
Berkata Atha bin Abi Rabah : Berkata Ibnu Abbas tentang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan kemudian dia hendak menikahinya, “Yang petama dari urusannya itu adalah zina, sedangkan yang terakhir nikah.” [Dikeluarkan Abdurrazzaq (7/202)]
Dari Thawus, ia berkata: Ditanyakan kepada Ibnu Abbas, “Seorang laki-laki menyentuh perempuan dengan cara yang haram (yakni zina), kemudian dia menikahinya?” Jawab beliau, “Itu baik –atau beliau mengatakan- itu lebih bagus.” [Dikeluarkan Abdurrazzaq (7/203)]
Demikain juga fatwa para tabi’in seperti Said bin Musayyab, Said bin Jubair, Az Zuhri dan Hasan Al Bashri dan lain-lain ulama. [Baihaqiy (7/155) dan Abdurrazzaq (7/203-207)]
Dari keterangan-keterangan di atas kita mengetahui :
Pertama : Telah terjadi ijma’ ulama yang didahului oleh ijma’-nya para Shahabat tentang masalah bolehnya perempuan yang berzina kemudian hamil dinikahi oleh laki-laki yang menzinai dan menghamilinya.
Kedua : Mereka pun memberikan syarat agar keduanya bertaubat dan berbuat kebaikan (beramal shalih) dengan menyesal dan membenci perbuatan keduanya.
Adapun mengenai hukuman bagi yang berzina (hukum had) yang melaksanakannya adalah pemerintah bukan orang perorang atau kelompok perkelompok.
Oleh karena di negeri kita ini sebagaimana negeri-negeri Islam yang lainnya kecuali Saudi Arabia tidak dilaksanakan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti hukum had dan lain-lain, ini tidak menghalangi taubatnya orang yang mau bertaubat, demikian juga nikahnya dua orang yang berzina.
Cukuplah bagi keduanya bertaubat dan beramal shalih. Langsungkanlah pernikahan karena yang demikian itu sangat bagus sekali sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas. Bahkan laki-laki yang menzinai dan menghamili seorang perempuan lebih berhak terhadap perempuan tersebut sebelum orang lain [18] dengan syarat keduanya mau dan ridha untuk nikah.
Apabila salah satunya tidak mau maka janganlah dipaksa hatta perempuan tersebut telah hamil [19].
Ini, kemudian pertanyaan kedua kepada siapakah anak tersebut di-nasab-kan?
Jawabnya : Anak tersebut dinasabkan kepada ibunya bukan kepada laki-laki yang menzinai dan menghamili ibunya (bapak zinanya) walaupun akhirnya laki-laki itu menikahi ibunya dengan sah. Dan di dalam kasus yang seperti ini –dimana perempuan yang berzina itu kemudian hamil lalu dinikahi oleh laki-laki yang menzinai dan menghamilinya- tidak dapat dimasukkan ke dalam keumuman hadits yang lalu, “Anak itu haknya (laki-laki) yang memiliki tempat tidur (suami yang sah) dan bagi yang berzina tidak mempunyai hak apapun (atas anak tersebut).”
Ini disebabkan karena laki-laki itu menikahi perempuan yang dia zinai dan dia hamili setelah perempuan itu hamil bukan sebelumnya, meskipun demikian laki-laki itu tetap dikatakan sebagai bapak dari anak itu apabila dilihat bahwa anak tersebut tercipta dengan sebab air maninya akan tetapi dari hasil zina. Karena dari hasil zina inilah maka anak tersebut dikatakan sebagai anak zina yang bapaknya tidak mempunyai hak apapun atasnya dari hal nasab, waris, dan kewalian dan nafkah sesuai denga zhahir-nya bagian akhir dari hadits di atas yaitu, “… dan bagi (orang) yang berzina tidak mempunyai hak apapun (atas anak tersebut).”
Berbeda dengan anak yang lahir dari hasil pernikahan yang sah, maka nasab-nya kepada bapaknya demikian juga tentang hukum waris, wali dan nafkah tidak terputus sama sekali. Karena agama yang mulia ini hanya menghubungkan anak dengan bapaknya apabila anak itu lahir dari pernikahan yang sah atau lebih jelasnya lagi perempuan itu hamil dari pernikahan yang sah bukan dari zina. Wallahu A’lam. [20]
Sebagian orang di negeri kita ini ada yang mengatakan : Tidak boleh perempuan yang hamil lantaran zina itu dinikahi hatta oleh laki-laki yang menzinai atau menghamilinya sampai perempuan itu melahirkan berdasarkan keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Dan perempuan-perempuan yang hamil itu ‘iddah mereka sampai mereka melahirkan. [Ath Thalaq:4]
Kami jawab : Cara pengambilan dalil seperti di atas sama sekali tidak tepat dalam menempatkan keumuman ayat dan cenderung kepada pemaksaan dalil.
Pertama : Ayat di atas untuk perempuan yang hamil dari hasil nikah bukan untuk perempuan-perempuan yang hamil dari hasil zina. Karena di dalam nikah itu terdapat thalaq, nafkah, tempat tinggal, ‘iddah, nasab, waris dan kewalian. Sedangkan di dalam zina tidak ada semuanya itu termasuk tidak adanya ‘iddah.
Inilah perbedaan yang mendasar antara pernikahan dengan perzinaan. Ayat di atas tetap di dalam keumumannya terhadap perempuan-perempuan yang hamil di-thalaq suaminya, maka ‘iddah-nya sampai dia melahirkan sesuai keumuman ayat dia atas meskipun ayat yang lain (Al Baqarah : 234) menegaskan bahwa perempuan-perempuan yang kematian suaminya ‘iddahnya empat bulan sepuluh hari.
Akan tetapi perempuan tersebut ketika suaminya wafat dalam keadaan hamil maka keumuman ayat di ataslah yang dipakai. Atau ayat di atas tetap di dalam keumumannya oleh sebagian ulama terhadap perempuan yang berzina lalu hamil kemudian dinikahi oleh laki-laki yang bukan menghamilinya sebagaimana akan datang keterangannya di kejadian kelima, Wallahu A’lam.
Kedua : Telah terjadi ijma’ Shahabat bersama para ulama tentang bolehnya bagi seorang laki-laki menikahi perempuan yang dia hamili lantaran zina.
Bacalah keterangan-keterangan kami di muka mengiringi apa yang telah dikatakan oleh Imam Ibnu Abdil Bar bahwa dalam hal ini telah terjadi ijma’ ulama. Dan anehnya tidak ada seorang pun di antara mereka yang berdalil dengan ayat di atas untuk melarang atau mengharamkannya kecuali setelah perempuan itu melahirkan anaknya!?
Apakah kita mau mengatakan bahwa kita ini lebih pintar cara berdalilnya dari para Shahabat dan seterusnya?
5. Kejadian Yang Kelima: Apabila seorang perempuan berzina kemudian dia hamil, maka bolehkah dia dinikahi oleh laki-laki yang tidak menghamilinya? Dan kepada siapakah dinasabkan anaknya?
Jawabnya : Dalam hal ini para ulama kita telah berselisih menjadi dua madzhab. Madzhab yang pertama mengatakan boleh dan halal dinikahi dengan alasan bahwa perempuan tersebut hamil karena zina bukan dari hasil nikah. Sebagaimana kita ketahui bahwa Syara’ (Agama) tidak menganggap sama sekali anak yang lahir dari hasil zina seperti terputusnya nasab dan lain-lain sebagaimana beberapa kali kami telah jelaskan di muka. Oleh karena itu halal baginya menikahinya dan menyetubuhinya tanpa harus menunggu perempuan tersebut melahirkan anaknya.
Inilah yang menjadi madzhabnya Imam Syafi’iy dan Imam Abu Hanifah. Hanyasanya Abu Hanifah mensyaratkan tidak boleh disetubuhi sampai perempuan tersebut melahirkan.
Adapun madzhab kedua mengatakan haram dinikahi sampai perempuan tersebut melahirkan beralasan kepada beberapa hadits :
Hadits pertama:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَتَى بِامْرَأَةٍ مُجِحٍّ عَلَى بَابِ فُسْطَاطٍ فَقَالَ لَعَلَّهُ يُرِيدُ أَنْ يُلِمَّ بِهَا فَقَالُوا نَعَمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَلْعَنَهُ لَعْنًا يَدْخُلُ مَعَهُ قَبْرَهُ كَيْفَ يُوَرِّثُهُ وَهُوَ لَا يَحِلُّ لَهُ كَيْفَ يَسْتَخْدِمُهُ وَهُوَ لَا يَحِلُّ لَهُ
Artinya : Dari Abu Darda`, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau pernah melewati seorang perempuan [21] yang sedang hamil tua sudah dekat waktu melahirkan di muka pintu kemah. Lalu beliau bersabda,”Barangkali dia [22] (yakni laki-laki yang memiliki tawanan [23] tersebut) mau menyetubuhinya!?”
Jawab mereka, “Ya.”
Maka bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku berkeinginan untuk melaknatnya dengan satu laknat yang akan masuk bersamanya ke dalam kuburnya [24] bagaimana dia mewarisinya padahal dia tidak halal baginya, bagaimana dia menjadikannya sebagai budak padahal dia tidak halal baginya!?” [25] [Hadits shahih riwayat Muslim 4/161].
Hadits kedua:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ وَرَفَعَهُ أَنَّهُ قَالَ فِي سَبَايَا أَوْطَاسَ لَا تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلَا غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً
Artinya : Dari Abu Said Al Khudriy dan dia memarfu’kannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang tawanan-tawanan perang Authaas [26], “Janganlah disetubuhi perempuan yang hamil sampai dia melahirkan dan yang tidak hamil sampai satu kali haid.” [Hadits riwayat Abu Dawud (no. 2157), Ahmad (3/28,62,87) dan Ad Darimi (2/171.)]
Hadits ketiga:
عَنْ رُوَيْفِعِ بْنِ ثَابِتٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَامَ فِينَا خَطِيبًا قَالَ أَمَا إِنِّي لَا أَقُولُ لَكُمْ إِلَّا مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يَوْمَ حُنَيْنٍ قَالَ لَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَسْقِيَ مَاءَهُ زَرْعَ غَيْرِهِ يَعْنِي إِتْيَانَ الْحَبَالَى وَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَقَعَ عَلَى امْرَأَةٍ مِنْ السَّبْيِ حَتَّى يَسْتَبْرِئَهَا وَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ يَبِيعَ مَغْنَمًا حَتَّى يُقْسَمَ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَرْكَبْ دَابَّةً مِنْ فَيْءِ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى إِذَا أَعْجَفَهَا رَدَّهَا فِيهِ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَلْبَسْ ثَوْبًا مِنْ فَيْءِ الْمُسْلِمِينَ حَتَّى إِذَا أَخْلَقَهُ رَدَّهُ فِيهِ
Artinya : Dari Ruwaifi’ Al Anshariy –ia berdiri di hadapan kita berkhotbah- ia berkata: Adapun sesungguhnya aku tidak mengatakan kepada kamu kecuali apa-apa yang aku dengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Hunain, beliau bersabda, “Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan air (mani)nya ke tanaman [27] orang lain –yakni menyetubuhi perempuan hamil- [28].
Dan tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyetubuhi perempuan dari tawanan perang sampai perempuan itu bersih. Dan tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menjual harta rampasan perang sampai dibagikan.
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia menaiki kendaraan dari harta fa-i [29] kaum muslimin sehingga apabila binatang tersebut telah lemah ia baru mengembalikannya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari mkhir maka janganlah ia memakai pakaian dari harta fa-i kaum muslimin sehingga apabila pakaian tersebut telah rusak ia baru mengembalikannya.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud (no. 2158 dan 2159) dan Ahmad (4/108/109) dengan sanad hasan.
Dan Imam Tirmidzi (no. 1131) meriwayatkan juga hadits ini dari jalan yang lain dengan ringkas hanya pada bagian pertama saja dengan lafazh:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَسْقِ مَاءَهُ وَلَدَ غَيْرِهِ
Artinya : Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia menyiramkan air (mani)nya ke anak orang lain (ke anak yang sedang dikandung oleh perempuan yang hamil oleh orang lain).
Inilah yang menjadi madzhab-nya Imam Ahmad dan Imam Malik. Dan madzhab yang kedua ini lebih kuat dari madzhab yang pertama dan lebih mendekati kebenaran. Wallahu A’lam!
Adapun masalah nasab anak dia di-nasab-kan kepada ibunya tidak kepada laki-laki yang menzinai dan menghamili ibunya dan tidak juga kepada laki-laki yang menikahi ibunya setelah ibunya melahirkannya. Atau dengan kata lain dan tegasnya anak yang lahir itu adalah anak zina!
Bacalah dua masalah di kejadian yang kelima ini di kitab-kitab:
1. Al Mughni, Ibnu Qudamah juz 9 hal. 561 s/d 565 tahqiq Doktor Abdullah bin Abdul Muhsin At Turky.
2. Al Majmu Syarah Muhadzdzab juz 15 hal. 30-31.
3. Al Ankihatul Faasidah (hal. 255-256).
4. Fatawa Al Islamiyyah juz 2 hal. 353-354 dan 374-375 oleh Syaikh Bin Baaz dan Syaikh Utsaimin dan lain-lain.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 7-8/Tahun X/1427H/2006M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Gadis atau janda.
[2]. Misalnya fulan bin fulanah atau fulanah binti fulanah.
[3]. Al Muhalla Ibnu Hazm juz 10 hal. 323 masalah 2013. Al Majmu Syarah Muhadzdzab juz 15 hal. 112. Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 34/100.
[4]. Tidak wajib maknanya tidak berdosa kalau dia tidak memberi nafkah, akan tetapi tidak juga terlarang baginya untuk memberi nafkah. Ini berbeda dengan anak dari pernikahan yang shahih, berdosa bagi bapak kalau dia tidak memberi nafkah kepada anak-anaknya.
[5]. Fat-hul Baari (no. 5315). Nailul Authar juz 7 hal 91 dan seterusnya.
[6]. Dan suaminya tidak menuduh istrinya di muka hakim sehingga tidak terjadi hukum.
[7]. Meskipun anak yang dilahirkan istrinya itu mirip dengan laki-laki yang menzinainya.
[8]. Apabila seorang istri berzina atau suami berzina maka nikah keduanya tidak batal (fasakh) menurut umumnya ahli ilmu. (Al Mughni juz 9 hal. 565).
[9]. Baca juga Kitaabul Kaafi fi Fiqhi Ahlil Madinah (juz 2 hal. 542) oleh Imam Ibnu Abdil Bar. Tafsir Fat-hul Qadir (1/446 tafsir surat An Nisaa ayat 23) oleh Iam Asy Syaukani.
[10]. Baihaqiy meriwayatkan dari jalan yang lain bahwa perempuan tersebut hamil (9/476) lihat juga Mushannaf Abdur Razzaq (12796).
[11]. Al Muhalla juz 9 hal 476.
[12]. Diriwayatkan Imam Abdurrazzaq (Mushannaf Abdurrazzaq (7/203-204 no. 12793) bahwa Umar mengundurkan hukuman kepada anak gadis tersebut sampai melahirkan.
[13]. Kebodohan di sini maksudnya perbuatan maksiat yang dilakukan dengan sengaja. Karena setiap orang yang maksiat kepada Allah dikatakan jahil (Tafsir Ibnu Katsir 2/590).
[14]. Imma kejadian ini satu kali dan masing-masing rawi membawakan satu ayat dari dua ayat yang dibaca Ibnu Mas’ud atau kejadian di atas dua kali. Wallahu A’lam.
[15]. Lihat riwayat yang semakna di Mushannaf Abdurrazzaq (7/205 no. 12798).
[16]. Al Mushannaf Abdurrazzaq (7/203).
[17]. Idem (7/202) maksud perkataan Ibnu Abbas diriwayat 1 s/d 4 ialah bahwa zina itu haram sedangkan nikah itu halal, maka zina yang haram itu tidak bisa mengharamkan nikah yang memang halal. Karena sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan sesuatu yang halal.
[18]. Abdurrazzaq (7/206-207).
[19]. Bacalah kembali riwayat Umar bin Khattab.
[20]. Fatawa Islamiyah (juz 2 hlm. 353 dan 354, 374, 375). Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 32/134-142. Al Mughni, Ibnu Qudamah, Juz 9, hlm. 529-530. Al Muhalla (juz 10 hlm. 323). Fat-hul Bari (Syarah hadits no. 6749). Tafsir Ibnu Katsir surat An Nisaa` ayat 23. Dan lain-lain.
[21]. Perempuan ini adalah tawanan perang yang tertawan dalam keadaan hamil tua.
[22]. Di sini ada lafazh yang hilang yang takdirnya beliau bertanya tentang perempuan tersebut dan dijawab bahwa perempuan tersebut adalah tawanan si fulan.
[23]. Hadits yang mulia ini salah satu dalil dari sekian banyak dalil tentang halalnya menyetubuhi tawanan perang meskipun tidak dinikahi. Karena dengan menjadi tawanan dia menjadi milik orang yang menawannya atau milik orang yang diberi bagian dari hasil ghanimah (rampasan perang) meskipun dia
masih menjadi istri orang (baca: orang kafir). Maka, dengan menjadi tawanan fasakh-lah (putuslah) nikahnya dengan suaminya. (Baca Syarah Muslim juz 10 hal. 34-36).
[24]. Hadits yang mulia ini pun menjadi dalil tentang haramnya menyetubuhi tawanan perang yang hamil sampai selesai ‘iddah-nya yaitu sampai melahirkan dan yang tidak hamil ber-‘iddah satu kali haidh sebagaimana ditunjuki oleh hadits yang kedua Insya Allah.
Berdasarkan hadits yang mulia ini madzhab yang kedua mengeluarkan hukum tentang haramnya menikahi dan menyetubuhi perempuan yang hamil oleh orang lain sampai melahirkan.
[25]. Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Bagaimana dia mewarisinya … dan seterusnya,” yakni bagaimana mungkin laki-laki itu mewarisi anak yang dikandung oleh perempuan tersebut padahal anak itu bukan anaknya. Dan bagaimana mungkin dia menjadikan anaknya itu sebagai budaknya padahal anak itu bukan anaknya. Wallahu A’lam.
[26]. Authaas adalah suatu tempat di Thaif.
[27]. Ke rahim orang lain yang telah membuahkan anak.
[28]. Penjelasan ini imma dari Ruwaifi’ atau dari yang selainnya.
[29]. Harta fa-i harta yang didapat oleh kaum muslimin dari orang-orang kafir tanpa peperangan. Akan tetapi imma kaum kuffar menyerah sebelum berperang atau mereka melarikan diri meninggalkan harta-harta mereka.
Assalamu’alaikum,
bagaimana kalau si pria dan wanita yg berzinah lalu si wanita hamil (diluar nikah) setelah itu pasangan zina ini melangsungkan pernikahan dalam kondisi si wanita hamil (diluar nikah) tetapi setelah menikah pasangan zina ini bertaubat, akan tetapi keduanya tidak mengetahui haramnya menikah seperti ini!
apakah akad pernikahannya tdk sah? dan harus mengulangi pernikahannya? mohon penjelasan mas admin. Syukran Wa Barakallahu Fik
terima kasih atas penjelasannya mas admin, mohon maaf pertanyaan lagi mas admin, karena anak yg pertama merupakan anak zina dan nasabnya tidak sampai kepada bapaknya, maka apabila bapaknya meninggal dunia, dan sang anak menjadi anak yg sholeh! apakah bisa sang anak mendoakan bapaknya tersebut?
dan apakah doa sang anak tidak termasuk dari 3 perkara sebagaimana hadist yg pernah saya dengar ” apabila seseorang meninggal dunia maka terputus seluruh amalanya kecuali sadakah jariah, ilmu jariah dan doa anak yg sholeh”?
Assalamualaikum,
Pak sy mau bertanya,sewaktu sy menikah dulu istri sy dlm keadaan hamil oleh sy,
sekarang kami sudah berumah tangga 13 tahun lamanya dan bahkan sudah dikaruniai tiga anak, (anak pertama dan ke dua laki”, dan yg ketiga perempuan )
menurut aturan islam apa kami harus menikah ulang dan apakah anak kedua dan ketiga jg masuk anak zina,
dan coba jelaskan maksudnya anak zina tidak di nasabkan kepada bapak nya (maksud atau arti dari nasib tsb) dan bagai mana cara bertobat yg benar,
dan jika harus nikah ulang kapan waktunya karna istri baru saja melahirkan anak ketiga, wassalam
Assalamualakum war wab,,,
Poin 2 diatas, mau nanya,apakah yang dikatakan anak zina tadi bisa kita nafkahin atau atau memberikan yang dia butuhkan dari oleh si bapak yang sudah melakukan begitu,/zina.
Tolong jawaban nya,
Assalamualaikum wr.wb.
Saya mau tanya: misalkan saya menghamili istri saya di luar nikah trus kami menikah, dan lahir anak gadis kami. Sekarang udah dewasa. apa kah hukum nya wudhu atau sholat nya si anak gadis di luar nikah bersentuhan kulit dengan bapa nya batal.
Alhamdulillah ana paham sekarang mas admin, semoga Allah senantiasa memberkahi dan merahmati mas admin sehingga dapat berbagi ilmu agama yang mulia ini, Insya Allah. Assalamu’alaikum
Mf sedikit konfirmasi, masa idah itu hanya berlaku untuk wanita yg di ceraikan suami, tp bagi wanita yg hamil duluan tp tdk slm masa idah stlh dicerai suaminya maka hukumnya makruh untuk di nikahi tp tdk haram, banyak pendapat ulama yg membolehkan dan halal pernikahanya, sebab masa idah itu hanya berlaku bagi wanita yg baru di cerai suaminya jika dlm keadaan hamil maka jngn dulu di nikahi sblm wanita tersebut melahirkan, tp kalo hamil di luar nikah dn perempuan tersebut blm pernah nikah atau janda maka hukumnya halal di nikahi tah haram, hanya makruh saja,mf disini sy tdk sertakan sumber sumber yg mengesahkan pernikahan hamil duluan tp tdk dlm masa idah perceraian.tks
Assalamu’alaikum ..
afwan koq jawaban mas admin mash ragu2 terkesan. Padahal postingan sdh sangat jelas bahwa boleh dan wajib dinikahkan dengan laki2 yang menghamilinya (kalau keduanya bersedia untuk nimkah) menurut ijma’ para sahabat.
Saya kemarin habis menikah karna hamil duluan saya bingung saya bisa menggaulinya apa tidak?
Trus hukum dari pernikahan saya ini apa ?
Apa yang harus saya perbuat?
Gimana status anak itu ketika lahir
Apakah saya harus nikah ulang ketika si bayi tu sdah lahir ?
Truus yang di sebut saksi istiqoah itu apa
Dalil yang kuat adalah bolehnya laki-laki yang menzinai itu menikahi wanita yang dizinai, dengan syarat keduanya bertaubat terlebih dahulu, silahkan baca ulasannya di sini :
https://aslibumiayu.net/11152-bolehkah-laki-laki-menikahi-wanita-hamil-akibat-perbuatannya.html
Jika baru tahu hukumnya setelah menikah, maka bertaubatlah setelah tahu, dan tidak usah mengulang akad nikahnya,
Assalamu’alaikum,,,,,,
Gmn klo ank tu prempuan hsil zina,,tdk bza d nasabkn kpda bpknya,,,,
Dan tyuz ci ank tu dah dwasa dan mau mnikah,,siapa yg boleh jdi walinya,,sementra dya tdk bza di nasabkn pda bpknya,,,,mohon jwbannya,,mksih
Berarti cwok Yg tlh menikahi cweknya yg hamil…tdk prlu ya bertanggungjwb jwb ma istri n anaknya…krn ank kn tdk d nasabkn kpd cwok…tyuz pa yg hruz di lkukn oleh ci cweknya…
Dan pakh ank yg Di lhirkn tu sma za dgn ank haram krn tdk pnya bpk..
Dan gmn zaman skrng lo sklh nm ank hruz da bin/bintinya….
pa hruz truh nm ibuny d blkngnya…mnta kejlasanny mksh
Assalamua’laikum,sy mau bertanya msh tentang nikah,yg mau sy tanyakan,
bagaimana hukumnya seorang laki2 dan perempuan menikah di luar negeri tanpa wali dr wanita tersebut,sementara yg menikahkan wanita trsbt adl salah satu teman dr laki2 atau wanita tsb,begitu juga dg saksi2 nya adl merupakan tmn2 mereka,
maaf!ini banyak sekali terjadi di Saudi,terutama org2 indonesia yg tdk memiliki izin tinggal atu kaburan,sehingga tdk mungkin mereka akan mendatangi hakim di negara tersebut dikarenakan mereka tdk memiliki dokumen,
sy sendiri pernh di ajak utk jd saksi tp sy tdk berani krn sy tdk tau hukumnya.terimakasih,sy tunggu jwbn nya,jazaakallah.
Syukron akhi,sy mau bertanya lg msh dg permasalahan di atas,apkah ada solusi yg tepat sesuai dg ajaran islam dlm hal ini menikah di luar negeri tanpa adanya wali?
krn banyak dr mereka yg mengatakan dr pd berzina mka jln yg mereka tempuh adl kawin tanpa wali tsb,
bukan hanya satu atau dua otg yg melakukan pernikahan spt itu tp ratusan bahkan ribuan org apa lg wk indonesia msh mengirim TKW ke Saudi,lalu apakah yg harus sy lakukan apabila tmn sy melakukan perkawinan spt itu,wajibkah sy mengingatkan mereka atu berdosakah sy klo tdk menegur mereka?syukron
Assalamualaikum..sy bertanya pak,
Gimana kalau wanita menikah tapi ayahnya nda hadirin tapi si ayah menyuruh anak lagi laki nya sebagai sebagai wali yang dalam akad nikah anak perempuan nya.
assalamualaikum.
saya mau bertanya, saya sudah punya anak dan istri yg SAH.
dan saya berselingkuh dengan wanita lain hingga hamil,
apa yg harus saya lakukan ,?
dan apa hukum nya.
mohon penjelasanya.
apa hukum bagi orang yang menikahkan wanita hamil?
Dalil yang kuat adalah bolehnya laki-laki yang menzinai itu menikahi wanita yang dizinai, dengan syarat keduanya bertaubat terlebih dahulu, silahkan baca ulasannya di sini :
https://aslibumiayu.net/11152-bolehkah-laki-laki-menikahi-wanita-hamil-akibat-perbuatannya.html
Jika baru tahu hukumnya setelah menikah, maka bertaubatlah setelah tahu, dan tidak usah mengulang akad nikahnya,
Apa bila ank zina tersebut adalah perempuan. Trus ketika dewasa dy menikah. Tetapi yang menikahkanya adalah bapak biologisnya,bukan wali hakim. Jd apa hukumnya?
Apakah nikahnya tidak sah?
assalamu’alaikum
saya mau tanya kalau menikah siri itu hukumnya apa ya
http://almanhaj.or.id/content/2099/slash/0/hamil-di-luar-nikah-dan-masalah-nasab-anak-zina/
Asalamu alaikum…
jujur saya telah menikahi istri saya tetapi kami telah berhubungan sebelum nikah dan sampai mengandung.katanya kami harus nikah ulang.kalo benar harus nikah ulang apa acaranya sama seperti nikah pertama apa cuma sealakadarnya saja.mksh
Pak saya yang di maksud dengan “silahkan ikut pendapat yang mana dengan konsekwensinya/resiko” apakah berarti disni ada hal yang ragu2 jika seseorang memilih pendapat yang no 1?
apa resikonya pak?
karena saya juga memiliki saudara yg seperti itu dulu mereka tidak paham agama hingga zina dan sekarang seiring berjalan nya waktu mereka sama2 ingin menjadi muslim yg baik, apakah perlu untuk menikah ulang?
Dalil yang kuat adalah bolehnya laki-laki yang menzinai itu menikahi wanita yang dizinai, dengan syarat keduanya bertaubat terlebih dahulu, silahkan baca ulasannya di sini :
https://aslibumiayu.net/11152-bolehkah-laki-laki-menikahi-wanita-hamil-akibat-perbuatannya.html
Jika baru tahu hukumnya setelah menikah, maka bertaubatlah setelah tahu, dan tidak usah mengulang akad nikahnya,
Bagaimana kalau udah hamil baru nikah apa hukum nya…?
dan setelah anak lahir nikah lagi itu sah atau tidak….?
Dalil yang kuat adalah bolehnya laki-laki yang menzinai itu menikahi wanita yang dizinai, dengan syarat keduanya bertaubat terlebih dahulu, silahkan baca ulasannya di sini :
https://aslibumiayu.net/11152-bolehkah-laki-laki-menikahi-wanita-hamil-akibat-perbuatannya.html
Jika baru tahu hukumnya setelah menikah, maka bertaubatlah setelah tahu, dan tidak usah mengulang akad nikahnya,
assalamu’alaikum,??
mas admin,..saya mau tanya..
saya ini hamil di luar nikah.. dan saya sudah menikah …sekarang anak saya sudah besar…
lalu bgaimana agar anak saya jadi anak yg sah secara agama??
apa yang harus saya lakukan
dan supaya ayah ny nanti bisa jadi wali nikah ny …
terimakasih dan wassalamu’alaikum wr.wb..
Assalamualaikum
mas admin mau tnya
gimana ya kalo ada cewek dan cowok itu melksanakan nikah siri lngkp dgn wali bpk si cewek dll padahal posisi cewek masih sah istri orang(proses cerai) pnya 1 anak dan si cowok juga suami org pnya 2 anak itu bagaimana??
assalamuallaikum. mas admin. sya hamil duluan.dan kami telah menikah 1 tahun yg lalu.adakah hbungan kami ini masih zina atau tidak ya? harus diulangi atau tidak perlu? sungguh kami telah menyesal telah melakukan zina.
Dalil yang kuat adalah bolehnya laki-laki yang menzinai itu menikahi wanita yang dizinai, dengan syarat keduanya bertaubat terlebih dahulu, silahkan baca ulasannya di sini :
https://aslibumiayu.net/11152-bolehkah-laki-laki-menikahi-wanita-hamil-akibat-perbuatannya.html
Jika baru tahu hukumnya setelah menikah, maka bertaubatlah setelah tahu, dan tidak usah mengulang akad nikahnya,
Assmllkm
Saya ingin bertnya tEman saya menkah hamil duluan dg suami nya’ apkh mrka hrs menikh lg untg mengabdolkn prnkhn nya’.
Dan jg slma 7 thn mnkh djlkn baik2 aja hnga ke 8 thun merka tpsah suami nya dpnjra 3 thn hingga 2 x msuk.
Masuk yg trkhr x suami nya jatuhkn talak 3 akhr ny ia mnyadri hingga ingin rujuk kmbli’saya tdk tau mau ksi saran apa’ tolong jwbn dan jaln yg lebh baik untg mrka’krn mrka msih mnyangi’hnya krn keadaan suami nya bs ngomng sprti itu’ ap yg hrs dllkn mrka brdua agr bs kumpul dan mnju jln allah lg’ mksih
asalamualaikum wr.wb
saya mau nanya kalau seandainya bpak gadis telah meninggal dan ibunya nikah lagi apakah bpak tirinya bisa jadi saksi atau kakak kandungnya yg harus jadi saksi
Asalamualaikum .
Saya hamil duluan lalu saya menikah dengan laki2 yg menjinahi saya ..
dan saya sangat menyesal ..
jika saya ingin mengulangi nikah nya tanpa hrus orang tua tau aib atau pribadi saya .
apakah sah nikah nya untuk di ulang lagi secara agama tanpa hrus sepengetahuan orang tua .
Karna saya malu …
Admin, saya ingin bertanya kebetulan adik perempuan saya menikah dalam keadaan hamil, lalu ia menikah dengan lelaki yang menjinahinya, dan melahirkan anak laki laki, bagaimana nasab untuk anak laki lakinya tersebut?
sdr saya menikah dalam keadaan hamil 1 bulan , kemudian setelah 1 tahun menikah bru mngtahui kalau nikah dlm keadaan hamil itu tdk sah . apa harus nikah ulang ?
Assalamualaikum,
saya mau bertanya jika seorang wanita terlahir karena pernikahan diluar nikah, lalu dia ingin menikah apakah apabila yang menjadi wali adalah bapak biologisnya apakah pernikahan itu sah?
jika tidak siapa yang cocok untuk menjadi walinya?
sdra saya sewaktu menikah tdk mengetahui klu sdang hamil . kemudian menikah dn tdk tahu hkm menikah saat haml it hram. itu bagaimana ya ?? sah atau tidak ?? trimakasih atas jwbnnya
saya mau bertanya jika ada pasangan pezina lalu mereka dinikahkan oleh keluarganya agar mereka berdua menjadi lebih baik, karena yg saya tau yg perempuan shalat sedangkan yg laki2 saat itu blm sholat 5 wktu, saya tdk tau apakah mereka sudah bertaubat atau blm saat akan menikah, dan skrg stlh beberapan thun si lelaki insyaallah sudah berubah krn sudah shalat 5wkt, mengaji, puasa dan sudah menyambung silaturahim dgn saudara2nya yg dlu pernah dimusuhi nya, pertanyaan saya apakah pernikahan mereka sah dan halal? krn si lelaki saat ini sedang berusaha untk menajdi lbh baik lagi sebagai manusia krn dia takut akan semua dosa nya dlu… mohon pencerahan nya pak. terima kasih
pacar saya hamil dengan saya diluar nikah, saya mau bertanggung jawab menikahinya tapi oleh orang tuanya dia dinikahkan oleh pria lain dalam kondisi pacar saya hamil 3 bulan, dan oleh pria lain ini anak biologis saya diakui anak dia
bagaimana menurut mas admin pertanggung jawaban saya nanti di akhirat karena saya tidak bisa mendidik dan mnegajarkan anak saya tersebut
saya Insha Allah sudah tobat, bagaimana pertanggung jawaban saya diakhirat jika saya tidak bisa mendidik dan merawat anak saya jika tidak dapat hak asuh anak saya?
dan apakah jika nasab anak tersebut tidak ke saya apakah itu berarti saya tidak perlu bertanggung jawab pula di dunia dan akhirat?
Mas admin.. Sya sdkit cerita, sya akn menikah awal tahun dpn, tpi 4taun yg lalu sya pernah melahirkan ank hsl zina dgn laki2 yg nanti akn menjadi suami sya..
Lbh tepat ny sya akn menikah dgn bpk biologis dri ank(zina) sya..
Dan Ank itu sya titip kan pda pengasuh yg baik hati dan tdk menuntut apapun termasuk asal usul ank itu..
Dan slama 4taun segala biaya di tanggung oleh bpk biologis nya..
Krna bnyak hal, bnyak bgt rintangan dan cobaan yg menyulitkan kami utk menikah, mslh keluarga dan keuangan dan bnyak hal hingga akhr ny kmi memaksa awal taun dpan berencana menikah..
Skarang sya bner2 bingung dan kacau, sya bingung apa yg harus sya lakukan??
smua perbuatan sya tdk ada yg tahu sya menutupi ny krna kmi sepakat tdk mw buat keluarga kmi malu..
Apa kmi harus mengakui ny sbelum pernikahan???
Tpi sya tkt kalau itu trjdi kluarga akn membatalkn pernikahan kmi..
Mohon pencerahan ny min!
lalu apa hukum pernikahan sya nanti mas admin???
Dan bgai mana cra ny mengurus ank kmi nanti?? Ank kmi perempuan yg cntik dan kuat..
Mas saya akui sya salah dan sngat menyesal, stiap hari sll mencoba memperbaiki diri…
Tpi apa sya wajib membuka rahasia ini sebelum menikah atau tidak perlu di ungkit lg???
Sya takut mengakui nya karna ibu sya sudah tua dan kesehatan ny tdk stabil..
Tpi smpai kpn sya menyembunyikan smua ini mas???
Mas admin saya mau nanya saya hamil diluar nikah dan saya sudah menikah di Kua pada saat saya masih hamil . Dan skrg saya sudah melahirkan . Jadi apa skrg yg harus saya lakukan? Menikah ulang atau tidak?
Terimakasih atas jawabannya .
Jadi saya tidak perlu akad nikah lagi ya pak? Iya saya menikah dengan laki2 yg berzina dengan saya .
Jadi setelah bertaubat apakah saya dan pasangan saya sudah dalam pernikahan yg sah?
Dan nanti status anak kedua anak zina atau bukan ?
Assalamualaikum,
maaf min mau tanya jika nasab si anaknya tidak pada bapak biologisnya.
Lantas nama siapa yg dicantumkan Pada nama ayah dlm akte kelahiran dan sbgnya ???
Saya mau tanya ..
Saya sungguh benar’benar menyesal sampai akhirnya begini .. Saya hamil di luar nikah dari hamil sampai melahirkan saya belum menikah ,
Saya mau tanya min..
Saya hamil diluar nikah, saya benar benar menyesali perbuatan saya pada waktu itu dan Saya mengetahui menikah dalam kondisi hamil itu tidak boleh tetapi saya tetap menikah dengan laki-laki yang menghamili saya.
Apa hukumnya pernikahan kami? Apakah kami harus menikah ulang?
Assalammualaikum.
Sya mau tanya tntang hamil diluaar nikah.
Istri sya dulu sya zinai sbulan stlah itu istri sya bilang dia hmil lngsung stu hari stlah itu kmi mnikah.
Tlah lahir putra prtma yg skrang brusia 2thn gmna hkumnya dan nasabnya.
satu bulan stelh mnikah kmi mnikah lagi untuk mmper erat ikatan kami bgaimna juga hukumnya.trimakasih
Assalamualaikum
Kami melakukan pernikahan wali hakim tapi bukan di KUA di karenakan orang tua dari perempuan tidak mau menjadi wali karna hamil di luar nikah
Terus kmi bertanya kepada orang yg kmi rasa tau masalah agama dan mengatakan sah, dgn berbekal itu kmi melanjutkan saja pernikahan itu
Apakah pernikanhan kmi sah?
Apa yg harus kmi lakukan?
Mohon pencerahanya
Asalamualaikum
Minta solusinya pak jdi gini pak sya mw mnkah bulan ini … tpi istri sya hamil dluan … nnti nkah sya sah ap tidak
sya bner2 mnysali perbuatan ini dan insya allah sya udah brtobat
yg sya tanyakan nnti nikah sya sah ap tidak
minta pencerahan
Maksih pak admin sdh mnjawab … dan sya mw tanya lagi … skarang posisi nya ogang tua kami tidak mngetahui nya … apkah kmi hafus mngetahui ap ckup kmi yang tahu … dan sya jga skarang tahu klok nikah dlam keadaan hmil sya tw konsekwensi nya … trus kalau sya sudah tahu nnti pernikahan sya sah ap tidak … dan ap perlu nnti klok sudah lahir harus mnikah ulang … minta tolong jawaban nya kasih pncerahan
assallamuallaikum admin ..
saya mau tanya.
apa hukum nya jika kita menikahi perempuan yang hamil dengan niatan tanggung jawab … tapi setelah nikah dan punya anak baru mengetahui hukum seperti ini ada hukum anak lahir diluar nikah baru mengetahui nya setelah menikah dan melahirkan anak