Kitab Al-Hikam Dalam Timbangan Islam
Oleh: Ustadz Abu Ahmad as Salafi hafizhahullah
Kitab al Hikam yang ditulis oleh Ibnu Atho’illah as Sakandari adalah kitab yang sangat popular di dunia dan juga di Indonesia. Kitab ini banyak dikaji di pondok-pondok pesantren dan bahkan di dalam siaran-siaran radio di banyak kota di Indonesia.
Kitab yang populer ini ternyata di dalamnya terdapat banyak sekali penyelewengan terhadap syari’at Islam. Karena itulah, insya Allah dalam pembahasan kali ini akan kami jelaskan kesesatan-kesesatan kitab ini sebagai nasihat keagamaan bagi saudara-saudara kami kaum muslimin dan sekaligus sebagai jawaban kami atas permintaan sebagian pembaca yang menanyakan isi kitab ini. Sebagai catatan, cetakan kitab yang kami jadikan acuan dalam pembahasan ini adalah cetakan Penerbit Balai Buku Surabaya.
Penulis Kitab Ini
Penulisnya adalah Abul Fadhl Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Atho’ullah as Sakandari.
Aqidah Wihdatul Wujud
Penulis berkata di dalam hikmah nomor 18-21:
“Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia yang terlihat di dalam segala sesuatu? Bagaimana akan dapat ditutupi oleh sesuatu, padahal Dia yang terlihat di dalam segala sesuatu? Bagaimana akan dapat di bayangkan bahwa Allah dapat di hijab oleh sesuatu, padahal Allah yang dzhohir sebelum adanya sesuatu? Bagaimana akan mungkin dihijab oleh sesuatu, padahal Dia lebih nampak daripada segala sesuatu? Bagaimana mungkin akan dihijab oleh segala sesuatu, padahal Dia lah Yang Esa (tunggal) yang tidak ada bersamanya segala sesuatu?
Penulis juga berkata dalam hikmah nomor 46:
“Telah ada Allah, dan tiada sesuatu pun bersama-Nya, dan Dia kini sebagaimana ada-Nya semula.”
Kami katakan:
Ini adalah aqidah wihdatul wujud yang batil dan kufur. Aqidah tersebut merupakan kelanjutan daru pemikiran hulul. Pemikiran hulul dicetuskan pertama kali oleh Husain bin Manshur al Hallaj, ialah pemikiran kelompok Sufi yang menetapkan bahwa Allah menjelma pada segala sesuatu.
Menurut keyakinan wihdatul wujud tidak ada sesuatu pun kecuali Allah, segala sesuatu yang ada adalah penjelmaan Allah, tidak ada pemisahan antara al Kholiq dan makhluk. Keyakinan ini berasal dari pemikiran Hindu, Buddha, dan Majusi, sedangkan Islam berlepas diri dari keyakinan sesat ini.
Para pencetus pemikiran ini terbagi menjadi dua kelompok:
- Kelompok yang memandang bahwasanya Allah azza wa jalla adalah roh dan bahwasanya alam adalah jisim (jasad) dari roh tersebut. Jika seorang manusia telah menyucikan dirinya maka dia akan bersatu dengan roh yaitu Allah.
- Kelompok yang lain beranggapan bahwa seluruh yang ada di alam semesta tidak ada hakikat bagi wujudnya kecuali wujud Allah.[1] Mereka berkata,”Selama Allah adalah hakikatnya wujud alam yang nampak ini maka semua keyakinan yang ada adalah haq, berarti semua agama kembali kepada satu aqidah, yaitu bahwa semua agama adalah sama dan semua agama adalah benar!”
Para ulama kaum muslimin sepakat tentang kufurnya kelompok Sufi yang menganut keyakinan wihdatul wujud dan hulul. Demikian juga mereka (para ulama) mengkafirkan orang yang tidak mengkafirkan pemikiran-pemikiran ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Kekufuran mereka ini lebih besar daripada kekufuran orang-orang Yahudi, Nasrani dan Musyrikin Arab.” [2]
Berdo’a Kepada Allah Berarti Menuduh Allah
Penulis berkata di dalam hikmah nomor 29:
“Permintaanmu dari Allah adalah menuduh Allah (khawatir tidak memberi kepadamu), dan permintaanmu untuk-Nya adalah ketidakhadiran-Nya darimu.”
Kami katakan:
Bagaimana dikatakan bahwa meminta kepada Allah adalah hal yang tercela, padahal Allah telah memerintahkan kepada para hamba-Nya untuk meminta kepada-Nya (yang artinya):
“Rabbmu berfirman : ‘Berdo’alah kepada-Ku pasti Aku kabulkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina-dina.” [QS.Ghofir/40:60]
Bahkan Allah akan murka kepada orang-orang yang tidak mau meminta kepada-Nya sebagaimana di dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah ta’ala maka Allah murka kepadanya.” [HR.at Tirmidzi dalam Jami’ nya:5/456, dishohihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shohihul Jami’:2418]
Seorang penyair berkata:
“Allah murka jika engkau tidak minta kepada-Nya, sedangkan manusia ketika diminta maka dia marah.” [3]
Maka meminta kepada Allah adalah salah satu ibadah yang mulia sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Do’a itu ibadah.” [HR.at Tirmidzi dalam Jami’-nya: 5/211 dan ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shohib. Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shohihul Jami’:3407)
Bolehkah Berdalil Atas Adanya Allah Dengan Adanya Alam Semesta?
Penulis berkata di dalam hikmah nomor 29:
Jauh berbeda antara orang yang berdalil bahwa adanya Allah menunjukkan adanya alam, dengan orang yang berdalil bahwa adanya alam inilah yang menunjukkan adanya Allah.
Orang yang berdalil bahwa adanya Allah menunjukkan adanya alam adalah orang yang mengenal haq dan meletakkan pada tempatnya, sehingga menetapkan adanya sesuatu dari asal mulanya. Sedang orang yang berdalil bahwa adanya alam menunjukkan adanya Allah, karena ia tidak sampai kepada Allah. Maka bilakah Allah itu ghaib sehingga memerlukan dalil untuk mengetahuinya? Dan bilakah Allah itu jauh sehingga adanya alam itu dapat menyampaikan kepadanya?
Kami katakan:
Allah telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk memikirkan ciptaan-ciptaan-Nya dan kemudian untuk beribadah semata-mata kepada-Nya. Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya):
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kamu bersujud kepada matahari dan janganlah (pula kamu bersujud) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya jika kamu benar-benar hanya kepada-Nya beribadah.” [QS.Fushshilat/41:37]
Dan Allah azza wa jalla berfirman (yang artinya):
“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Tuhan) yang telah menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, serta menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu Dia menghasilkan segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengangkat sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” [QS.al Baqarah/221-22]
Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Hanya Pencipta segala sesuatu yang ada inilah yang berhak disembah dengan segala macam ibadah.” [4]
Ber-istidlal (berdalil) dengan adanya alam untuk menunjukkan keberadaan Allah adalah manhaj (metode) para imam Ahli Sunnah wal Jama’ah:
Al Imam Malik rahimahullah ditanya oleh Harun ar Rosyid tentang dalil atas wujudnya Allah maka beliau berdalil dengan perbedaan bahasa, suara dan nada.
Al Imam Abu Hanifah rahimahullah ketika ditanya oleh orang-orang zindiq tentang keberadaan Allah maka beliau berdalil tentang alam semesta yang sangat teratur yang tidak mungkin kecuali ada penciptanya.
Al Imam asy Syafi’i rahimahullah tatkala ditanya tentang dalil atas keberadaan Allah maka beliau berdalil dengan sebuah daun yang jika dimakan oleh ulat sutera maka akan mengeluarkan sutera, dan jika dimakan oleh lebah maka akan mengeluarkan madu, dan jika dimakan oleh kambing dan sapi maka akan mengeluarkan kotoran, dan jika dimakan oleh kijang misik maka akan mengeluarkan minyak misik, ini menunjukkan atas keagungan Pencipta.
Al Imam Ahmad rahimahullah keika ditanya tentang keberadaan Allah maka beliau berdalil dengan sebuah telur yang mati yang keluar darinya makhluk yang hidup. [5]
Ilmu Kasyaf
Penulis berkata dalam hikmah nomor 162-164
“Tempat terbitnya berbagai nur cahaya Ilahi itu dalam hati manusia dan rahasia-rahasianya. Nur cahaya yang tersimpan dalam hati itu datangnya dari nur yang datang langsung dari pembendaharaan yang ghaib.”
Kami katakan:
Inilah yang disebut sebagai Ilmu Kasyaf yang digambarkan oleh Ibnu ‘Arabi dengan perkataannya: “Sesungguhnya seseorang tidak akan sempurna di sisi kami dalam maqom ilmu sehingga ilmunya di ambil langsung dari Allah azza wa jalla…maka bukanlah ilmu melainkan yang berasa dari kasyaf dan syuhud.” [6]
Kaum sufi menyandarkan ajaran agama mereka kepada hawa nafsu mereka yang mereka namakan dengan kasyaf dan ilham. Mereka benar-benar menjauhi ilmu yang diambil dari para ulama Sunnah. Abu Yazid al Busthomi berkata kepada para ulama zamannya: “Kalian mengambil ilmu dari para ulama tulisan dari yang sudah mati dari yang sudah mati, sedangkan kami mengambil ilmu dari Dzat Yang Mahahidup yang tidak akan pernah mati, kami katakan: “Telah mengabarkan kepadaku hatiku dari Tuhanku!” [7]
Perkataan para dedengkot Sufi di atas menunjukkan betapa amat jahilnya mereka akan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan manhaj yang haq. Perkataan mereka ini mengandung ajakan kepada kaum muslimin agar meninggalkan semua kitab-kitab hadits yang mengandung sanad-sanad yang tsabit (terpercaya) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena para pemilik riwayat-riwayat ini sudah meninggal dunia, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri juga sudah meninggal dunia. Perkataan mereka ini sangat membahayakan Islam dan kaum muslimin meskipun tampak seolah-olah perkataan yang tidak berarti.
Beramal Tanpa Mengharap Pahala
Penulis berkata di dalam hikmah nomor 255:
“Bukanlah seorang yang mencintai itu yang meminta apa-apa dari yang dicintai, melainkan seorang yang cinta kasih itu sesungguhnya ialah yang berkorban untukmu, bukan yang engkau beri apa-apa kepadanya.”
Penulis juga berkaa di dalam hikmah nomor 265:
“Bagaimana engkau akan meminta upah terhadap sutu amal yang Allah sendiri menyedekahkan kepadamu amal itu, atau bagaimanakah engkau minta balasan atas suatu keikhlasan padahal Allah sendiri yang memberi hidayah keikhlasan itu kepadamu?
Kami katakan:
Demikianlah kaum Sufi melandaskan ibadah hanya pada mahabbah (kecintaan) dan mengabaikan segi yang lainnya seperti khouf dan roja’, sebagaimana perkataan sebagian mereka: “Aku menyembah Allah bukan karena mengharap surga dan takut kepada neraka.”
Tidak syak lagi bahwasanya kecintaan kepada Allah adalah landasan ibadah. Hanya, ibadah tidak lah terbatas pada mahabbah saja. Masih banyak segi-segi lain ibadah seperti khouf, roja’, khudhu’, do’a dan lain-lain. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: “Ibadah adalah nama yang meliputi semua yang dicintai dan diridhoi oleh Allah dari perkataan dan perbuatan yang tampak dan tidak tampak.”
Allah menyifati para nabi dan rosul-Nya bahwasanya mereka beribadah kepada Allah dan bahwasanya mereka selalu mengharap rahmat Allah dan takut kepada Allah (yang artinya):
“….Mereka mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya.” [QS.al Isra’/17:57]
Dan diantara do’a yang sering diucapkan oleh penghulu anak Adam Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah:
“Ya Allah, aku meminta kepada-Mu surga serta (dari) perkataan dan perbuatan yang mendekatkan kepadanya, dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka serta (dari) perkataan dan perbuatan yang mendekatkan kepadanya.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-Nya: 2/1264 dan dishohihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shohih Sunan Ibnu Majah]
Penutup
Inilah yang bisa kami paparkan dengan ringkas kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam kitab al Hikam. Sebetulnya masih banyak kesalahan lain kitab ini yang perlu dijelaskan tetapi insya Allah yang telah kami paparkan sudah bisa memberikan peringatan kepada kita tentang hakikat kitab ini.
Semoga Allah selalu menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendengarkan nasihat dan mengikutinya. Aamiin. Wallahu A’lam bishshowab.
Note:
[1] Shufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan hal.206-207
[2] Majmu’ Fatawa: 2/296
[3] Ibid
[4] Tafsir al Qur’an al-‘Azhim: 1/76
[5] Tafsir Ibnu Katsir: 1/77-78
[6] Thobaqoh Sya’roni: 1/5
[7] Ibid
Sumber: Diketik ulang dari Majalah al Furqon Edisi 10 Thn.XIII, Jumadil Ula 1430/Mei 2009, Hal.40-43
Dipublikasikan kembali oleh : Al Qiyamah – Moslem Weblog
reposting : http://abangdani.wordpress.com/2010/12/16/kitab-al-hikam-dalam-timbangan-islam/
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sebelumnya saya sangat berterima kasih kepada admin atas kesempatannya berbagi komentar atas tulisan di atas.
Sebagaimana pepatah mengatakan tak kenal. Maka, itulah yang terjadi terhadap masyarakat kita dewasa ini.
Begitupula dengan ilmu, sepertinya sayapun beranggapan bahwa penulis artikel di atas tidak mengenal dan mengerti tentang dunia tashawwuf. Sehingga penulis dengan tegasnya mengatakan bahwa Imam ibn ‘Athaillah As sakandari telah beraqidah salah.
Padahal tidak demikian, apalagi tentang paham wihdatul wujud / manunggaling kawulo gusti. Padahal jika penulis berkenan belajar tentang ilmu Tashawwuf, maka akan paham, bahwa maksud dari waihdatul wujud / manunggaling kawulo gusti itu bukanlah bersatunya antara wujud hamba dan wujud Tuhan.
Akan tetapi, maksud dari kalimat tersebut adalah Dzauqiyan dan bukan Dzaatiyan. Karena telah jelas bahwa Tuhan itu bersifat Qadim dan hamba itu bersifat hadits.
Bagaimana mungkin dua sifat Dzat yang berbeda dapat bersatu dalam satu Dzat.
Untuk itu, saya hanya menyarankan kepada penulis agar mempelajari, mengkaji dan memperdalam ilmu Tashawwuf, bukan sekedar membaca kitab Tashawwuf.
Bahkan seorang salik/murid saja tidak akan sanggup untuk belajar ilmu Tashawwuf jika hanya sekedar membaca kitabnya saja. Tetapi harus di sertai dengan berguru kepada para mursyid yang kamil mikammil.
Terima kasih atas kesempatannya memberikan tanggapan atas tulisan di atas. Semoga dengan adanya ini, penulis artikel berkenan mempelajari, mengkaji dan memperdalam ilmu Tashawwuf, agar tidak lagi menuduh seorang Ulama beraqidah sesat.
Wallahu a’lam Bish Shouab…
Wallahu muwafiq ila aqwamit thariq, wal afwu minkum
Wassalamu ‘Alaikum warahmatullahi Wabarakatuh
ilon Khanani
tolong anda pelajari dengan betul apa itu kitab alhikam ?? kalo baru belajar agama jangan sok bilang sesat kepada orang lain. ustad anda tuh mungkin yg sesat.
ilmu al hikam itu tinggi dan bagi orang awam yg salah baca bisa salah paham sehingga bisa jadi menuduh sesat.
dalam mempelajari suatu kitab, pelajari dengan betul dan dengan ulama yg paham kalo anda ga mampu baca sendiri, jangan berkesimpulan pernyataan tadi diatas wihdatul wujud, anda salah dalam memahami kita al hikam.
ada lagi contoh
contoh : “Aku menyembah Allah bukan karena mengharap surga dan takut kepada neraka.”
pernyataan itu benar, karena itulah tingkatan ikhlas tertinggi.
ada orang yg beribadah mengharapkan pahala
ada orang yg beribadah karena takut neraka
ada orang yg beribadah karena ingin surga, dan yg tingkat tertinggi adalah dia beribadah bukan karena ingin surga atau takut neraka tapi karena ingin menjadi hamba yg bersyukur ( cinta kepada allah )
masih kah kita ingat kisah rosulullah yang ibadah malamnya sampai bengkak kakinya ??
ketika beliau ditanya mengapa beliau melakukan sampai sedemikian padahal beliau sudah dijamin surga. beliau menjawab, tidakkah saya boleh menjadi hamba Allah yang bersyukur ?
tuh lihat ?? itu contoh dari nabi, jadi anda berkata dusta bila mengatakan kitab alhikam itu bukan berdasar dari sunnah nabi.
seandainya anda sudah dipasstikan dapat surga ?? apakah anda masih mau beribadah jika niat ibadah hanya ingin surga ??
jika seseorang beribadah hanya karena ingin surga, maka dia akan berhenti beribadah ketika sudah mendapatkan keinginannya. paham ga ??
namun hal itu pun tidak dilarang, tidak apa2 beribadah ingin dapat imbalan, asalkan berharapnya kepada allah.
sama halnya dengan anak kecil yg mau menurut pada tua jika diberi imbalan, namun alangkah lebih baik lagi jika sang anak itu menurut meskipun tanpa imbalan/iming2 permen, tapi dia melakukan perintah orang tuanya dengan seikhlas hatinya karena kesadaran dia bahwa anak haruslah patuh pada orang tua.
sama juga dengan seorang hamba sudah sewajarnya patuh untuk beribadah pada sang pencipta, meskipun tanpa imbalan, tapi karena allah maha baik maka barangsiapa yg patuh dan taat apda allah dan rosulnya maka baginya surga yg telah dijanjikan.
semoga kita mendapat hidayah dan tidak asal menuduh orang lain sesat, apalagi ulama besar anda tuduh sesat, sungguh malang manusia akhir jaman ini baru belajar islam secuil dari sedikit ustad dah berani bilang kata2 dusta.
satu lagi, ilmu tasawuf dan sufi itu ada 2 : ada yg murni dan sesuai sunnah dan ada juga yg menyimpang, jadi jangan disama ratakan.
Hati-hati dengan faham takfiri yang menganggap orang selain golongan mereka ada dalam kesesatan…….
yang berhak menilai sesat dan bukan itu hanyalah Allah SWT.
mudah-mudahan anda bisa kembali ke jalan yang lurus….
sebagi umat yang mencintai dan menghargai sesamanya…..
sesama salapi aja anda saling mentesatkan …..
buka di youtube perpecahan di tubuh salafi…..!!!!!
smoga semua ditunjukan kepada jala kebenaran…..Amiiin !!!!
Sangat bermamfaat…jazakallah khoir katsiran, barakallah fiik…
Assalamualaikum….
Aneh bener orang2 aliran sufi ini. Islam sudah memberi ajaran yg mudah dan gampang dicerna oleh siapapun eh malah mereka menambah-nambah dan bikin rumit dan ruwet dengan istilah2 dan kata2 yg bikin pusing.
Dan parahnya mereka sangat bangga dengan itu semua dan menganggap levelnya udah yg paling tinggi di sisi Allah swt.
Menurut saya cuma buang2 waktu percuma aja baca tulisan mereka yg njelimet dan ribet seperti komen diatas. Naudzubillahiminzalik….
Lebih baik waktu saya saya gunakan baca2 tulisan karangan ulama salafi yg belum sempat saya baca.
terimakasih pak admin….
wassalamualaikum…
Jgn merasa benar kalo anda belum menyelaminya……itu menandakan hati anda lagi sakit
Summa naudzubillahi min dalik,….
anda berani menyesatkan kitab al hikam . Seberapa hebatkah anda dan sejauh mana kebenaran anda setinggi apa ilmu anda ,.. jangan anggap pemikiran anda itu paling benar, sedangkan ilmu alloh itu luas , kalwpun pohon pohonn di buat kolam dan lautan di buat tinta , tdak akan cukup untuk menuliskan ilmu alloh, sedangkan ilmi manusia hanya setetes dari luasnya samudra , klwpun anda merasa benar dan kitab al hikam sekaligus pengarangnya d anggap sesat,anda dan pengarang kitab hidupnya awal mana , ?
Coba anda fikirkan sdah hapal berapa ribu anda al hadist sedalam mana anda tau isi al quran ,.. sebelum menyesatkan orang anda mesti faham dna mengerti sejauh mana ilmu,wawasan , pengalaman, agama bukan sebatas femahan, coba anda cermati perkataan imam al gozali yang bergelar hujjatulislamiyah , beliaupun mengatakan “kalau aku hidup semasa dengan hallaj pasti aku akan membelanya karena hallaj itu benar” dengan perkataan imam gozali ini , apa anda akan menyesatkan imam gozali juga.?…..
sekarang mah bung jangan saling menyesatkan , jangan saling caci mencaci , kapan anda akan meraih ridho alloh ny klw anda sibuk Menyesatkan orang… jadi begini bung kitab hikam dan kitab kitab selepel dengan kitab tersebut, di ibaratkan anak sekolah sd belajr pelajaran universitas. Apa komentar anak sd.?
Apa anak sd akan faham dan mengerti… sehebat hebatnya penjelassan tetap tidak akan faham dan mengerti , malah berujung keburukan . Tapi anak sd sdh mnginjak kuliah , baru ia akan faham sesuai femahamanny. Semoga bermanfaat , saya ngeri bung anda berani menysatkan ulama. Apa anda tidak takut bung, sabbiah anda menjadi orang islam krena adanya ulama.
Misi wahabi masuk ke Indonesia adalah untuk menghilangkan kepercayaan umat kepada ulama’.
Artikel inilah salah satu contoh diantara sekian banyak contoh.
Maka berhati-hatilah. Perlu diketahui, bahwa para ulama berani menulis kitab adalah karena memang sudah hafal dan menguasai Al Qur’an dan Al Hadits.
Kitab-kitab karangan ulama sudah diakui oleh dunia Islam dari zaman ke zaman. dari generasi ke generasi. Kalau wahabi mengatakan zaman Rasulullah SAW tidak dikenal Ilmu Tasawuf, maka ilmu tajwid, ilmu mustholah hadits, ilmu fiqih juga tidak dikenal di zaman Nabi, bahkan tulisan Al Qur’an yang kita baca sa’at ini juga tidak dikenal di zaman Nabi, karena ayat-ayat Al Qur’an pada waktu itu tidak ada titik, tidak ada harakat.
logika waras dan sederhana saya mengatakan:
Ya saya lebih ngikut dan membenarkan Ibnu Athaillah dari pada penulis artikel ini. Penulis kitab ini pernah nulis satu kitab gak? Lha Ibnu Athaillah alim, hafal quran, hafal banyak hadis, diikiti banyak umat islam, karya2nya banyak.
Masa saya harus meninggalkan beliau demi mempercayai penulis artikel ini? Apalagi pemilik blog ini cuma reblog. Apa hebatnya? Taklid berarti Anda itu.
Sedangkan tidak ada manusia yang tidak salah, kecuali Rasulullah SAW. Kalau Ibnu Athaillah saja yang jauh lebih hebat dibanding Anda dan penulis artikel ini bisa memiliki kekeliruan karena manusia biasa, apalagi penulis artikel ini, apalagi Anda yang hanya reblog.
Logika sederhana ini, menjadikan saya tidak mungkin mau mempercayai dan mengamini isi artikel ini.
Anda, kalau tidak menampilkan komen saya ini, berarti Anda pengecut.
Insyaalloh, kalau ada waktu, akan saya bantah artikel ini.
Logika waras kok spt itu. logika waras ya harus mempelajari serta mencari tahu ,sesuai nggak tulisan Ibnu Athailah dengan perkataan atau pemahaman RASULULLAH ATAU SAHABAT.
Kalo gak sesuai ngapain harus mempercayainya. Itu namanya logika akal-akalan thok.
Tau ndak tentang biography Al-Ghazali,beliau bertaubat di akhir hayatnya dgn belajar ilmu hadist.Padahal beliau salah satu ulama tasawuf juga
للهم صل على عبدك ورسولك محمد وعلى آله وأصحابه الذين هم بهديه مستمسكون، وسلم تسليما كثيرا.
mari kita bersholawat
kayaknya ada tukang stempel nih….1 stempel sesat, 2. stempel ahlul bidah, stempel kafir dll…. hehehe,…. enak yang jadi tukang stempel yaa… karena gak distempel…. bersihhhhh….
di dalam kitab hikam ada hadits “man ‘arofa nafsahu faqod ‘arofa robbahu” apakah hadits ini shohih? jika dhoif mohon penjelasan letak kedhoifannya. jazakallaahu khoiron
untuk abu Izzah, itu memang bukan hadits pak, itu perkataan salah seorang ulama, jelas itu bukan hadits, itu ada di pembahasan tentang sifat-sifat Allah, *bapak Abu Izaah beserta admin kalau mau mengecek silahkan, judul kitabnya ” syarh imam al-laqqoni fi kitab jauharuttauhid ‘inda syaikh al-bajuri” disitu ada nanti persis kata-katanya seperti itu.
nanti disitu juga dijelaskan tentang ma’rifat, dan lain-lain.
semoga berkenan
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
hahaha, pak admin, makanya yang dibaca kitab arabnya, jangan baca terjemah, setelah baca arabnya, ikut juga kajian yg men-syarah kitab tersebut (ikut kajianya sama syeikh/ ulama’ yang sudah diakui kapasitas ilmunya ya). Memang di awal Islam tidak muncul istilah tasawwauf, istilah itu baru muncul jauh setelah zaman ulama’ salaf. *sy jadi penasaran, apa pengertian pak admin tentang ulama’ salaf dan kholaf ?- semoga berkenan di jelaskan-
Saya lupa detail kapan muncul istilah ini, memang masalah ini menjadi sangant kompleks pak admin, karena menjadi anggapan disinilah awal kelemahan islam (bukan hanya satu faktor yg membuat islam lemah, sejarah juga mencatat, islam mempunyai masa dimana banyak ulama’ yg jelek (as-su’) salah satunya Al-Hajjaj yg terkenal itu, dia orang alim tapi jahat dan penipu).
saya kira, pak admin terlalu berani dan terburu-buru mensetempel yg bukan-bukan,
tulisan anda, jangan sampai membuat keyakinan yg anda yakini semakin terlihat buruk di mata masyarakat, kesatuan umat harganya mahal daripada tulisan saudara yg membuat orang-orang menjadi bingung pak admin.
semoga berkenan, sy hanya al-faqir yg mengembara.
-catatan pak admin, tujuan utama tasawwuf itu 3 hal, Iman,ihsan, dan islam. memperkuat keimanan, memperbaiki diri, dan semakin mengerti islam.
tak usah dipisahpun, tasawwuf sudah ada dalam islam sejak dulu pak admin.
tertima kasih, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Untuk yg ini “-catatan pak admin, tujuan utama tasawwuf itu 3 hal, Iman,ihsan, dan islam. memperkuat keimanan, memperbaiki diri, dan semakin mengerti islam”, tolong lampirkan dalil nya dan siapa ulama ahlussunnah yg mengatakan hal tsb?
Apa anda tidak tahu tentang Imam Syafi’i yg menghukum org yg belajar tasawuf…buka akal dan pikiran anda dalam belajar agama jangan taqlid buta dan fanatik yg berlebihan
saya kira pak admin lebih paham soal tasawwuf, sy tidak perlu menjelaskan panjang lebar (krena menurut hemat sy, orang berani menulis artikel seperti ini, dia berarti sudah memahami tentang tasawwuf itu sendiri)
FYI, sy bukan pengikut aliran tasawwuf, tapi sy juga bukan orng yg mengatakan tasawwuf itu dilarang, hal yg dilarang itu jika jelas sudah bertentangan dengan syari’at islam yg ada, misal ada anjuran solat tdk wajib, diperbolehkanya beristri lebih dr empat, dsb.
Karena tasawwuf dan sufiesme sudh beredar di masyarakat, apa salahnya kita mau mengkasji supaya tau dan ngerti sejauh mana batas yg dibenarkan dalam islam dan di hal mana yg sudah melenceng dari ajalan islam.
wallahu ta’ala ‘alam.
salam ukhuwwah
yang nulis makalah ini, jelas2 anti tasauf. tapi sebelum mengkafirkan orang lain, sebaiknya pahami terlebih dahulu apa akibat mengkafirkan orang lain, Apa bila orang yg dikafirkan tersebut tidak kafir, maka yg mengkafirkan, telah mengkafirkan dirinya sendiri.
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
ana sudah baca artikelnya, bagus sekali Masya Allah.
Tapi ana bingung dengan tasawuf yang di maksud itu seperti apa ya? kemudian, tasawuf yang benar dan sesuai sunnah rasullulah alaihi wa salam yang sperti apa ya ?
Jazakallah khoiron katsira
Al Hikam hanya mampu dibaca oleh orang dg pemahaman agama yg tingggi dengan Izin Allah swt. Rasulullah besabda tetang hal ini: “Janganlah kau kalungkan mutiara itu di leher Babi” Alhikam adalah Mutiara Hikmah yang digali dari Alquran dan Hadist. pada hadist lain Rasulullah juga berbda, sampaikanlah agama itu kepada ummat sesuai dengan Tingkatannya”. Seorang Hamba Allah tidak mungkin akan merendahkan Hamba Allah yang lainnya.
Untuk saudaraku semua kenali dulu apa itu sunnah…ingat jangan salah guru Dan copas hehehe….untuk mas admin maju terus…kita tidak akan ditanya kenapa menyelisihi orang banyak ,tapi kenapa menyelisihi nabi kita..
tasawuf itu sdh ada sejak zaman azali saudaraku…
bahkan di zaman rasullulah saw
banyak para sahabat yg mengamalkannya.
menurut saya anda kurang luas pemahaman ilmu agama islam, jika anda mengatakan tasawuf sesat lantas bagimana dengan syekh abdul qodil al jailani yg ilmu marifatnya tinggi, apa anda bilang juga dia sesat.
juga Imam AL Ghazali. Jika mereka benar sesat kenapa sampai sekarang karya mereka tetap ada dan banyak di terima ulama dan umat muslim.
Jutsru aliran anda yg harus diluruskan..
lama banget sudah tulisan ini. semoga admin sudah taubat. semakin kita ber argumen hati semakin sempit.keruh. memang amalan wahabi sesuai sunah. tapi belajar dari terjemah saja belum cukup mas.
imam syafii untuk memahami kitab belajar bahasa arab asli 10 tahun. padahal beliau orang arab. apalagi kita. dengan telah menyalahkan mengikuti pendapat anda.anda termasuk gegabah dan maaf sok pintar. dan susah hidayah ataupun ilmu tidak akan sampai kepada orang yang merasa pintar ( sombong ) karena sifat ilmu seperti air mengalir ketempat yang rendah. semoga anda di karuniai hati yang lembut. pikiran yang lapang. dan berendah hatilah.kasian anda nanti.
Hapus artikel ini karena anda itu tidak paham tentang tasawuf dan kaum sufi. Jangan sampai laknatullah sampai kepada anda