NASEHAT SYAIKH SULAIMAN AR-RUHAILI -hafizhahullaah-
[1]- Tidak diragukan lagi bahwa ilmu adalah jalan agama dan jalan untuk kita bisa mempraktekkan agama. Oleh karena itulah, maka para Salaf dahulu berkata:
إِنَّ هٰذَا الْعِلْمَ دِيْنٌ، فَانْظُرُوْا عَمَّنْ تَأْخُذُوْنَ دِيْنَكُمْ
“Sungguh, ilmu ini adalah agama; maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”
Dan alangkah butuhnya kita kepada kaidah ini pada zaman sekarang; karena banyaknya orang-orang yang sok tahu, dan banyaknya orang-orang yang bicara (tanpa ilmu), serta banyak orang -bahkan banyak penuntut ilmu-: yang mengambil ilmu dari orang-orang yang tidak mereka ketahui (keilmuannya); dengan cara mengambil ilmu dari internet.
Sehingga sebagian penuntut ilmu masuk ke situs (website), kemudian mendapati sebuah makalah yang ditulis oleh fulan bin fulan atau (makalah) yang ditulis oleh abu fulan, padahal mereka tidak mengenalnya sama sekali, tapi mereka mengambil pendapatnya dan membenarkannya, bahkan terkadang menyandarkan perkataan orang tersebut: kepada agama. Maka ini adalah kesalahan besar.
Tidak sepantasnya mengambil ilmu kecuali dari orang-orang yang sudah dikenal.
[2]- Dan hendaknya ilmu diambil dari “akaabir” (orang-orang yang sudah tua dalam ilmu dan usia).
Karena manusia senantiasa berada dalam kebaikan: selama ilmu datang kepada mereka dari “akaabir”.
Adapun “ashaaghir” (orang-orang yang muda dalam ilmu dan usia); maka mereka tetap memiliki kedudukan dan diharapkan bagi mereka kebaikan; kalau mereka di atas kebenaran.
Akan tetapi: tidak boleh mencukupkan diri dengan mereka tanpa (mengambil ilmu dari) “akaabir”.
Maka “akaabir” dijadikan sebagai “al-ashlu” (pondasi), dan para penuntut ilmu “ashaaghir” mengikuti ulama “akaabir” -dan ini bukan celaan untuk mereka (“ashaagir”)-.
Dan diambil ilmu dari mereka (“akaabir”) sesuai dengan kadar ilmunya (masing-masing).
-ditulis dengan ringkas oleh: Ahmad Hendrix-
Sumber : status akun fb Ustadz Ahmad Hendrix Eskanto hafidzahullah
Mas ana izin copy artikel mas utk dimasukkan ke note ana
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Afwan,.bagaimana dengan Ustadz DZulqarnain M Sunusi?bisakah kita mengambil ilmu dari beliau?.bagaimana manhaj beliau?
Boleh tau siapa yang ditahdzir ust. Dzulqarnain, sehingga beliau dianggap bermanhaj “jamaah tahdzir”?
Ana tidak tahu apakah antum betul2 tidak tahu bahwa ust. Dzulqarnain telah rujuk dari tulisan tersebut, ataukah antum sengaja (karena satu dan lain hal) melewatkan hal itu dari pembahasan antum tentang ust. Dzulqarnain? Di website beliau ada tulisan yang menyatakan rujuknya dan/atau berlepas dirinya beliau dari tulisan yang antum nukilkan? Jika memang ada kebencian atau kekecewaan terhadap ust. Dzulqarnain, mudah2an hal tersebut tidak menghalangi antum dari berbuat adil terhadapnya.
Berikut tulisan ust. Dzulqarnain yang perlu antum baca (jika belum membacanya): –deleted–nasihat-dan-penjelasan-guna-mengobati-sumber-fitnah.html
Dari tulisan itu ana pahami bahwa yang membuat konsep tulisan yang antum nukilkan sebenarnya adalah orang lain (bukan ust. Dzulqarnain). Hanya saja beliau waktu itu memang akhirnya menandatanganinya/menyetujuinya. Jika antum kecewa dan merasa beliau tetap bertanggungjawab karena ikut menandatanganinya/menyetujuinya, ana bisa pahami hal tersebut. Tapi perkaranya adalah kini (bahkan sudah lama) beliau telah rujuk darinya. Berikut ana nukilkan sebagian tulisan beliau dari link yang ana berikan di atas:
“Oleh karena itu, saya berlepas diri kepada Allah dari segala sesuatu yang saya mengalah dan ridha dari dikte-dikte …, serta saya rujuk dari setiap sesuatu yang tersebar dari hal itu.”
Adapun tentang “tahdziran” beliau terhadap Shaykh ‘Ali rahimahullah, maka pada hakikatnya itu bukanlah tahdziran beliau. Beliau hanya menyampaikan tahdziran Lajnah Daimah terhadap 2 buku Shaykh ‘Ali rahimahullah. Masalah antum setuju dengan tahdziran Lajnah atau justru memilih pendapat ulama lainnya yang masih membolehkan mengambil ilmu dari Shaykh ‘Ali rahimahullah, itu adalah perkara lain. Akan tetapi menghukumi ust. Dzulqarnain sebagai jamaah tahdzir padahal beliau hanya menyampaikan tahdziran Lajnah (dan bukan tahdziran yang datang dari dirinya sendiri) tentu bukanlah termasuk sikap yang adil. Kecuali jika antum mengingkari bahwa Lajnah memang telah mentahdzir 2 buku Shaykh ‘Ali rahimahullah, atau jika antum memandang bahwa Lajnah memang juga termasuk jamaah tahdzir, wallahul-musta’aan.
Kemudian “jamaah tahdzir” itu sendiri adalah istilah baru yang ana pribadi belum pernah dengar dari para ulama kibar/senior. Mungkin antum tahu sesuatu yang ana tidak tahu. Siapa di antara para ulama/mashayikh kibar yang menggunakan istilah ini? Mereka masih bersama kita walhamdulillah: shaykh Shalih Luhaydan, Shalih al-Fauzan, Abdul-Muhsin, Abdul-Aziz aaluu Shaykh, dan ulama lainnya, hafidzahumullah. Walaupun istilah itu digunakan oleh sebagian ustadz2 senior di negeri kita, hafidzahumullah, itu tentu tidak menjadikannya serta merta sebuah kebenaran/kebaikan. Law kaanaa khayran, lasabaquunaa ilayhi.
Bagaimana dengan ustadz muhammad umar as sewed? Beliau di manhaj salaf kah?
Assalamualaikum,apakah benar Wesal tv miliknya Ustadz UKB? Sukron
Bismillah.
Maasya Allah .Baarokallahu fiikum.sangat bermanfaat alhamdulillah
Bingung jadinya saya sebagai awam, disisi lain baik Ust. Yazid & Ust. Dzulqarnain termasuk kibaar, dua2nya jelas manhajnya, jelas gurunya, apakah dalam hal bisa bermudah2an dalam mengambil ilmu terhadap kedunya?